Sabtu, 04 Juli 2015

Mencari Teknologi Ramah Lingkungan(3)

(SERI 3)


Transportasi
      Alat transportasi paling ramah lingkungan tentu saja adalah sepeda!  Sudah banyak dikembangkan sepeda yang sangat efisien dari sisi energi, bahkan ada yang memiliki solar panel untuk menyerap energi matahari.  Sepeda semacam ini dapat digunakan menempuh jarak ribuan kilometer. 
      Untuk beban yang sedikit berat di medan yang datar, becak dan pedati sebenarnya juga ramah lingkungan.  Namun untuk jarak jauh dan beban raksasa, tentu saja kereta listrik lebih ramah lingkungan.  Listriknya bisa dibangkitkan terpusat pada Pusat Listrik Tenaga Air, Panas Bumi atau sejenisnya.  Kendaraan umum seperti bus juga lebih ramah lingkungan dibanding mobil pribadi.  Lebih ramah lagi jika menggunakan baterei listrik.  Di Swiss sudah 20 tahun digunakan bus listrik dengan baterei berupa gandengan kecil, yang jika mendekati kosong gampang diganti dengan yang penuh, sambil menunggu yang kosong diisi ulang.



     


Untuk transportasi individual bermesin, mobil listrik lebih ramah lingkungan dibanding mobil biasa.  Masalahnya, kapasitas baterei dalam menyimpan energi saat ini masih belum sebanyak bensin pada berat yang sama. Nilai optimal baterei ini baru akan tercapai kalau menggunakan sel bahan bakar (fuel-cell), di mana energi disimpan dalam air yang dipisahkan (elektrolisa) ke hidrogen dan oksigen.  Reaksi hidrogen-oksigen akan menghasilkan energi sangat besar dengan limbah kembali berupa air.  Namun teknologi fuel cell saat ini masih sangat mahal (belum layak pasar).
Saat ini, mobil listrik baru dipakai secara terbatas di bandara atau rumah sakit.  Namun beberapa industri mobil sudah meluncurkan mobil hybrid (misalnya Toyota Prios), yang berpenggerak listrik dan bensin.  Saat macet, mesin listrik yang bekerja.  Saat kecepatan optimal, mesin bensin akan mengambil alih. Jika diperlambat, energi mesin bensin dipakai untuk mengisi baterei.
     Pada level sederhana, banyak inovasi juga dapat digunakan pada kendaraan biasa.  Misalnya alat tambahan yang dapat dipasang untuk mengoptimalkan pembakaran. Pabrik mobil juga berlomba mengembangkan “3-liter-cars” – mobil yang dengan 3 liter bensin dapat menempuh jarak 100 Km. 
     Di laut juga dikembangkan kapal modern yang lebih ramah lingkungan, yakni yang menggunakan mesin dan sekaligus layar mekanis!  Layar ini dapat dikembangkan otomatis jika arah dan kecepatan angin menguntungkan.  Penggunaan energi angin dapat menghemat bahan bakar hingga 50%.
Teknologi energi dan transportasi yang ramah lingkungan termasuk yang saat ini paling dilindungi oleh industri negara maju dan karenanya paling mahal.
kapal modern dengan layar mekanis

Informasi dan Komunikasi
     Komunikasi elektronik adalah sangat ramah lingkungan jika diterapkan dengan tepat.  Telekomunikasi akan mengurangi kebutuhan transportasi, berarti hemat energi.  Informasi juga dapat disebarkan tanpa kertas (paperless) sehingga mengurangi jumlah pohon yang harus ditebang.
    


     Teknologi kertas daur ulang juga termasuk bagian upaya ramah lingkungan di sektor informasi.  Dalam hal ini, tinggal menunggu kesadaran para penerbit.  Jika di Indonesia, para penerbit justru berlomba menggunakan kertas yang putih agar terkesan lux, di luar negeri getol dikembangkan kertas daur ulang.  Konon untuk mencetak novel Harry Potter 7, sampai dikembangkan 32 jenis baru kertas daur ulang.  Penerbit di Kanada menggunakan kertas daur ulang 100%, sementara di Amerika baru 30%.  Upaya ini sudah membuat edisi bahasa Inggris novel ini menghemat penebangan hampir 200 ribu pohon dan 8 juta kg gas rumah kaca.

Kesimpulan
     Dengan demikian, bila ada kemauan kuat, sebenarnya banyak yang sudah dapat dilakukan oleh negara ataupun masyarakat negara berkembang untuk menjadikan negeri mereka lebih ramah lingkungan, tanpa harus menunggu belas kasihan atau hutang transfer teknologi dari negara-negara maju, yang umumnya dikaitkan beberapa syarat politis, syarat-syarat yang bernuansa penjajahan.
     Teknologi yang dipatenkan oleh industri di negara maju pun, setelah 20 tahun akan habis patennya, dan dapat ditiru dan dikembangkan lebih lanjut oleh siapapun.  Para ilmuwan, peneliti dan insinyur negara-negara berkembang harus lebih proaktif, kreatif dan tidak pasrah pada situasi, atau justru malah bangga sekedar menjadi karyawan atau buruh murah bagi industri dari negara-negara maju.
Jadi tak benar bila semuanya urusan bisnis.  Masalah transfer teknologi adalah soal kegigihan negara berkembang untuk merebut teknologi serta niat baik negara maju untuk berbagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar